Hindari Dua Kejahilan Membahayakan ~ Putra Gantiwarno
Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

Hindari Dua Kejahilan Membahayakan


Sebelum Islam hadir, masyarakat Arab dikenal sebagai masyarakat jahiliyah. Ibnu Mansur dalam karyanya ”Lisanul Arab”, membagi kejahilan masyarakat arab menjadi dua kelompok.

Pertama: Kejahilan yang ringan. Yaitu kurangnya ilmu tentang sesuatu yang seharusnya diketahui. Mereka belum memperoleh informasi tentang kebenaran (al-Haq) sehingga tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan apa yang mereka ketahui sebagai suatu kebenaran.

Contoh riil di zaman Rasulullah yaitu kasus seorang Badui (Arab Gunung) yang kencing di dalam masjid. Menyaksikan hal itu, Umar marah dan bermaksud memukul serta mengusirnya. Tetapi Rasulullah mencegahnya dan meminta para sahabat mengambil air di ember kemudian menyiramnya hingga bersih.

Kedua: Kejahilan yang berat. Yaitu keyakinan yang salah dan bertentangan dengan fakta atau realitas. Mereka meyakini sesuatu yang berbeda dengan sesuatu itu sendiri. Melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang seharusnya. Padahal telah sampai kepada mereka informasi tentang kebenaran (al-Haq) dengan hujjah yang meyakinkan dan dari sumber-sumber yang terpercaya. Juga telah datang para utusan Allah serta para penyeru ke jalan yang lurus, tetapi mereka berpaling.

Kasus penolakan Walid bin Mughirah dan para pembesar Qurays tentang kebenaran Nabi Muhammad serta al-Qur’an, dapat dijadikan sebagai contohnya.

Walid bin Mughirah adalah seorang pakar dan cendikiawan Qurays yang sangat disegani. Ia penasaran mendengar masyarakat membicarakan Muhammad dan ajaran yang dibawanya. Suatu hari, ia datang ke tempat tinggal Nabi Saw.

Waktu itu beliau tengah melaksanakan shalat dan membaca al-Qur’an. Walid pun mendengarkan dengan seksama setiap kalimat yang dibaca Nabi Saw. Setelah selesai, pulanglah ia menemui kaumnya dari Bani Mahzum. Walid berkata: “Demi Allah, baru saja aku telah mendengarkan perkataan-perkataan Muhammad. Menurutku itu bukan perkataan manusia biasa dan juga bukan dari Jin. Demi Allah, sungguh perkataannya sangat manis, susunan katanya sangat indah, buahnya sangat lebat dan akarnya sangat subur. Sungguh perkataannya sangat agung dan tidak ada yang mampu menandingi keagungannya”.

Karena hal ini, orang-orang Qurays melaporkan Walid kepada Abu Jahal. Mereka mengatakan Walid telah keluar dari agamanya, dan pasti akan diikuti oleh orang-orang Qurays lainnya.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Abu Jahal berkata: ”Aku akan membereskannya”. Lalu ia mendatangi Walid dan duduk di sampingnya dengan perasaan penuh kecemasan.

Walid berkata: ”Mengapa engkau seperti orang ketakutan, wahai anak saudaraku?” Abu Jahal menjawab: ”Bagaimana saya tidak ketakutan wahai paman, orang-orang Qurays pada mengumpulkan harta benda mereka untuk diberikan kepadamu, karena engkau telah mendatangi Muhammad”.

Mendengar hal itu, Walid merasa terhina dan marah. Ia berkata: ”Bukankah mereka tahu bahwa aku memiliki harta dan anak-anak lebih banyak dibandingkan mereka semua?” Abu Jahal menjawab: ”Jika demikian, sudilah kiranya paman mengatakan tentang Muhammad yang menunjukkan bahwa engkau sebenarnya mengingkari dan membencinya.

Sampaikanlah wahai paman sikap itu dihadapan kaummu!”

Walid bersama Abu Jahal kemudian mendatangi orag-orang Qurays. Sesampai di hadapan mereka, Walid berkata: ”Wahai kaumku, kalian mengatakan bahwa Muhammad itu gila. Apakah kalian pernah melihat Muhammad berbicara sendiri?” Mereka menjawab: ”Tidak, demi Allah!”.

Walid melanjutkan: ”Kalian mengatakan bahwa Muhammad itu adalah dukun (kahin). Apakah kalian pernah melihat Muhammad melakukan praktek perdukunan?” Merekapun menjawab: ”Tidak pernah!”.

Walid bertanya lagi: ”Kalian mengatakan bahwa yang dikatakan Muhammad itu adalah syair (puisi). Apakah kalian pernah melihat Muhammad membuat syair?” Mereka menjawab: ”Juga tidak”.

Lagi Walid bertanya untuk ke sekian kalinya: ”Kalian mengatakan bahwa Muhammad itu pendusta. Apakah kalian pernah mengetahui Muhammad berdusta?” Mereka juga menjawab: ”Demi Allah, tidak pernah sekalipun!”. ”Lalu, kalau demikian apakah yang diucapkan oleh Muhammad itu?” Walid terdiam dan kebingungan. Ia minta untuk diberikan kesempatan untuk berfikir dan menyendiri.

Beberapa saat kemudian, Walid bin Mughirah kembali dan mengatakan dihadapan kaumnya: ”Itu semua tidak lain adalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu!”. Bukankah kalian mengatakan bahwa ucapan Muhammad dapat memisahkan seseorang dengan keluarganya, suami dengan istrinya dan orangtua dengan anak-anaknya?”

Dalam kasus pertama, Si Badui yang kencing di dalam masjid oleh Rasulullah dianggap sebagai kejahilan kecil, karena dilakukan oleh orang awam yang tidak tahu ajaran Islam. Karena itu ketika Umar bermaksud menggunakan kekerasan padanya, Rasulullah mencegahnya. Kejahilan seperti ini dapat ditolelir. Kelak Si Badui yang jahil itu akan berubah setelah diberikan penjelasan atau diberi contoh yang benar.

Sedangkan kejahilan kedua, yang dilakukan oleh para cendikiawan dan pembesar Qurays, merupakan kejahilan besar yang tidak dapat ditolelir. Mereka bukan orang-orang awam yang bodoh, tapi orang-orang cerdas dan mampu memahami yang benar dari yang salah.

Merekapun tahu bahwa sesungguhnya al Qur’an itu adalah kebenaran dari Allah, bukan kata-kata Muhammad, tetapi berpaling dan mengingkarinya. Bahkan mereka mempengaruhi orang lain untuk mengingkarinya, dengan berbagai hujjah yang dibuat-buat.

Orang-orang seperti inilah yang sesat dan menyesatkan. Karena itu kelompok ini tidak dapat dimaafkan oleh Allah SWT, sehingga pengingkaran serta kesombongan mereka diabadikan dalam Al-Qur’an, sebagai pelajaran bagi ummat setelahnya (QS. Al-Mudattsir: 18-25)

Hikmah

Problema yang dihadapi ummat Islam hari ini sesungguhnya tidak lepas dari dua model kejahilan ini. Di satu sisi masih banyak kita temukan orang yang kurang memahami ajaran Islam, sehingga mereka melakukan hal-hal yang dilarang serta meninggalkan yang diperintahkan. Atau melakukan hal-hal yang mereka sangka sebagai ajaran Islam padahal bukan.

Maraknya kesyirikan, khurafat serta amalan-amalan bid’ah dan sejenisnya. Di sisi lain dewasa ini juga tidak sedikit yang termasuk dalam kategori kaum cendikiawan yang mempelajari Islam, tetapi mereka memiliki pemikiran yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam yang telah disepakati oleh salafus shaleh dan ulama-ulama Islam.

Jangan heran, banyak orang berilmu –bahkan dari kampus dan perguruan tinggi Islam– namun mereka menggugat kebenaran Islam. Mereka menggugat kebenaran al-Qur’an dan al-Hadits. Mereka menganggap Rasulullah SAW seperti manusia pada umumnya, dengan logika berfikir mereka yang menyesatkan itu.

Mereka meragukan dan mempertanyakan apa yang dilakukan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, bahkan mereka mengkritik ulama-ulama shalih, seolah apa yang dilakukan pewaris Nabi itu keliru atau bias. Mereka meragukan keputusan Nabi, Sahabat dan para ulama dengan logika dan HAM. Inilah kejahilan modern yang sangat membahayakan bagi masa depan aqidah generasi Muslim.

Walaupun kedua bentuk kejahilan diatas sama-sama membuat kerusakan; tetapi kejahilan yang dilakukan oleh orang-orang pandai dan penguasa menciptakan kerusakan yang jauh lebih dahsyat bahayanya bagi keimanan, kehidupan dan kemanusiaan. Inilah tantangan berat bagi kita semua untuk mencegahnya. Marilah kita jaga anak-cucu kita dari dua kejahilan ini. Wallahu a’lam bis-shawab.

foto: ilustrasi
Red: Cholis Akbar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More