|
Pawiwahan Ageng yang digelar di Kraton Yogyakarta bisa menjadi cermin bagi Kesultanan di seluruh Indonesia, khususnya dalam hal pelestarian budaya agung yang semakin terkikis oleh globalisasi. Hal ini yang dirasakan Kesultanan Sumbawa saat menghadiri pernikahan GKR Bendara dengan KPH Yudanegara di Kraton Yogyakarta, Selasa (18/10).
"Menurut saya, acara ini sangat bagus. Bukan karena pernikahannya, namun unsur budaya yang ditonjolkan selama rangkaian pernikahan ini," ungkap Sultan Sumbawa ke-17, Sultan M Kaharuddin IV.
Sultan M Kaharuddin IV mengaku, budaya memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan bernegara. Terutama, konsep untuk memakmurkan rakyat. "Ini perlu diperhatikan bagi kesultanan. Bukan hanya di Yogyakarta saja, tapi kesultanan di seluruh Indonesia," imbuhnya.
Sistem dalam kesultanan juga bisa memberikan kontribusi bagi tegaknya konstitusi di Indonesia. Dimana Sultan sebagai pemimpin tertinggi dalam kesultanan hanya merupakan takdir. "Saya sebagai sultan itu hanyalah takdir. Karena takdir, maka memiliki tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat. Dan saya juga bagian dari rakyat itu. Nah, cara memandang rakyat inilah yang harus diteladani untuk mengokohkan konstitusi," papar Sultan M Kaharuddin IV.
Dengan memandang rakyat yang memiliki kedudukan sama, maka kebijakan akan selalu berpijak pada rakyat. "Dan inti dari kesejahteraan itu ialah menegakkan keadilan. Saya pikir, jika pemerintahan SBY ini bisa meletakkan rakyat sebagaimana mestinya, maka Indonesia akan makmur," jelas Sultan M Kaharuddin IV.
Selain Kesultanan Sumbawa, Pawiwahan Ageng ini juga dihadiri raja-raja serta sultan dari berbagai daerah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wapres Boediono dan para menteri juga turut hadir mangayubagya pernikahan putri bungsu Sri Sultan HB X ini.
|
"Setelah tamu undangan hadir dan dan kedua mempelai pengantin beserta kedua orang tuanya duduk di pelaminan, tarian ritual khusus untuk pernikahan putra dan putri Sultan dipertunjukan yang diawali dengan Beksan Bedha Manten," ujar Kepala Humas Pemerintah DIY, Kus Kasriyati di Bangsal Kepatihan, Minggu Malam (18/10).
Kus menjelaskan tarian Beksan Bedhaya Manten ini ditarikan oleh enam penari perempuan yang masih gadis atau perawan diaman 2 penari busananya seperti busana pengantin perempuan dimana tarian ini mengisahkan perjalanan sepasang manusia dari kecil sampai memasuki gerbang rumah tangga yang ditarikan selama 30 menit dari durasi yang seharunya sekitar 1 jam.
"Tarian ini sengaja dipadatkan untuk dipertunjukan pada malam ini karena untuk menghemat waktu beserta tarian selanjutnya," katanya
Usai Beksan Bedaya Manten, para penari Beksan Lawung sejumlah 16 pria memasuki Pendopo Kepatihan yang menarikan tarian peperangan. Beksan Lawung ini menggambarkan prajurit kraton yang berlatih ketangkasan berkuda dengan menggunakan alat ketangkasan lawung berupa tongkat panjang berukuran tiga meter, berujung tumpul, dan digerakkan dengan cara menyilang dan menyodok.
"Tarian ini juga dipercepat durasinya menjadi 30 menit untuk mempersingkat acara tanpa mengungi maknanya," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakanya kedua tarian tersebut diiringi alunan dua pakon gamelan dari Kraton Yogyakarta yang diletakkan berhadapan dengan pelaminan. Pakon gamelan ada dua karena perangkat itu menggunakan instrumen dua buah gong bernama Kyai Segara Madu dan Kyai Udan Arum.
"Gamelan ini memang khusus digunakan untuk mengiringi tarian gaya Yogyakarta" katanya
Untuk alat musik yang berupa gamelan juga dihadirkan biola yang dimainkan kurang lebih 30 pemain musik untuk hiburan para tamu dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Pesta pernikahan ini berlangsung dengan tertib tanpa menemui kendala apapun hingga berakhirnya acara yang ditutup dengan salaman dari para tamu berikut ucapan selamat kepada kedua mempelai yang sedang berbahagia tersebut.
|
Menurut Koordinator Sesaji, Nyi Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hamong Tejonegoro, upacara Tampa Kaya ini merupakan simbol kesiapan suami untuk menghidupi sang istri. "Semua pendapatan suami, diserahkan ke istri untuk kehidupan mereka berdua kelak," jelasnya di sela prosesi, Selasa (18/10).
Simbolisasi pendapatan KPH Yudanegara yang diserahkan ke GKR Bendara berupa uang recehan. Selain itu, ada pula beras kuning dan bunga yang turut diserahkan. "Kalau bunga dan beras kuning ini tujuannya hanya untuk menolak bala. Harapannya, ke depan keduanya diarungi kebahagiaan," imbuh Tejonegoro.
Prosesi Tampa Kaya ini hanya berlangsung singkat. Disusul kemudian, prosesi Dhahar Klimah di Bangsal Gadri, Kasatriyan. "Upacara Dhahar Klimah ini untuk melengkapi upacara Tampa Kaya. Bahwa, suami memiliki tanggung jawab untuk menghidupi istrinya," jelas Tejonegoro.
Pada prosesi Dhahar Klimah, KPH Yudanegara mengepal nasi menjadi 3 kepal atau genggam. Kepalan nasi tersebut kemudian dimakan oleh GKR Bendara.
Upacara Tampa Kaya dan Dhahar Klimah ini hanya disaksikan kalangan keluarga. Karena, kedua upacara ini digelar setelah para tamu undangan meninggalakan kawasan Bangsal Kencono.
Setelah Upacara Tampa Kaya dan Dhahar Klimah selesai, kedua mempelai istirahat sejenak untuk kemudian dikirab menuju Kepatihan. Ada lima kereta yang akan mengikuti iring-iringan kirab. Yakni Kereta Kangjeng Kyai Notopuro, Kyai Jetayu, Kyai Rejopawoka, Kyai Rotobiru dan Kyai Permili.
|
Upacara Ijab Qabul pernikahan putri Sultan, GKR Bendara dan KPH Yudanegara telah dilangsungkan di Masjid Panepen Kraton pagi ini, Selasa (18/10). Ijab Qabul yang digelar dengan pengantar bahasa Jawa tersebut berjalan lancar dan pengantin pria melafalkan ijab qabul dengan krama inggil (bahasa Jawa halus. red) tanpa hambatan.
Ijab qabul dimulai pukul 06.00 WIB diawali dengan berangkatnya pengantin pria KPH Yudanegara menuju Bangsal Srimanganti untuk menunggu dipanggil menuju masjid Panepen. Ijab qabul dipimpin langsung oleh ayah dari pengantin perempuan, Sri Sultan HB X.
Sebelumnya, Sultan dari Kraton Kilen telah berada di masjid Panepen. Sesampainya di masjid ini, Sultan memerintahkan GBPH Prabukusumo dan GBPH Cakraningrat untuk memanggil Kanjeng Raden Pengulu (KRP) Dipodiningrat dan GBPH Hadiwinoto beserta rombongan pengantin pria. Hadir pula di Masjid masjid Panepen KGPH Hadiwinoto, GBPH Joyokusumo, GBPH Prabukusumo serta para kerabat Kraton lain dan abdi dalem.
Setelah persiapan selesai, Sultan memberikan perintah kepada KRP Dipodiningrat untuk memulai rangkaian acara ijab qabul dengan khotbah nikah. Mas kawin yang diberikan KPH Yudanegara kepada GKR Bendara dalam akad nikah ini yakni berupa kitab suci Al Quran, seperangkat alat sholat serta rajakaya atau perhiasan.
"Kulo Abdi Dalem, Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara SE, MSi dinten meniko ngestoaken dhawuh timbalan dalem. Kadhaupaken kalayan putro dalem putri Gusti Kanjeng Ratu Bendoro BA kanthi mas kawin kitan suci Alquran, perangkat sholat, sarta rojokoyo puniki. Salajengipun, nyadhong berkah pangestu dalem, sembah nuwun," kata Ubay dalam prosesi ijab qobul.
Acara kemudian dilanjutkan doa nikah dan diteruskan penandatanganan akta nikah oleh pengantin pria dan para saksi yang dilakukan oleh petugas Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kraton. Setelah semua rangkaian acara selesai, Sultan memerintahkan kepadaa KGPH Hadiwinoto untuk mendampingi rombongan pengantin pria kembali ke Kasatriyan.
Dengan berakhirnya acara ijab qabul ini, maka secara resmi GKR Bendara dan KPH Yudanegara telah resmi menjadi suami istri. Saat ini sendiri, kedua mempelai tengah mempersiapkan diri untuk upacara panggih yang rencananya akan dihadiri Presiden dan pejabat negara.