RINGKASAN MODUL 4 :
GERAKAN GERAKAN PENDIDIKAN
Progresivisme dan Esensialisme
A.
Progresivisme
1. Latar Belakang
Progresivisme adalah gerakan
pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep
filsafat tertentu. Progresivisme anti terhadap otoritarianisme dan absulutisme
dalam berbagai bidang kehidupan, terutama pada bidang kehidupan agama, moral,
sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Progresivisme memperlancarkan suatu
gerakan untuk perubahan sosial budaya dengan penekanan pada perkembangan
individual dan mencakup cita-cita seperti :
Cooperation yaitu kerja sama dalam
berbagai aspek kehidupan.
Sharing yaitu berbagi peran dan turut
ambil bagian dalam berbagai kegiatan.
Adjustment yaitu fleksibel
untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi.
2. Filsafat Pendukung yang
Melandasi
Progresivisme didukung atau dilandasi
oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey.
3. Pandangan Ontologi
a. Evolusionistis dan
pluralistis
Menurut Progresivisme tidak
ada realitas yang umum, yang ada hanyalah realitas yang khusus atau individual.
Realitas diyakinai tidak menetap alias selalu dalam proses perubahan. Realitas
pada dasarnya pluralitas dan karena terus berubah maka ia memiliki akhir dalam
proses perubahannya sendiri.
b. Manusia
Progresivisme memandang manusia
sebagai subyek yang bebas dan memiliki potensi intelegensi (akal dan
kecerdasan)
c. Pengalaman sebagai Realitas
Menurut Dewey “pengalaman
adalah kunci pengertian manuasi atas segala sesuatu.....”. Pengalaman adalah
suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi, ciri dinamika hidup, dan
perjuangan. Pengalaman manusia mempunyai empat karakteristik :
· Spatial : pengalaman selalu
terjadi di suatu tempat tertentu dalam lingkungan hidup manusia.
· Temporal : pengalaman
mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu.
· Dinamis : pengalaman menuntut
adaptasi dan readaptasi dalam semua variasi perubahan yang terjadi
terus-menerus.
· Pluralitas : pengalaman yang
terjadi seluas adanya hubungan antar aksi individu yang terlibat.
d. Pengalaman dan Pikiran
Manusia memiliki
fungsi-fungsi jiwa yang dikenal sebagai pikiran. Pengalaman merupakan bagian
perjuangan untuk hidup, untuk itu pengalaman harus diolah oleh pikiran.
4. Pandangan Epistemologi
a. Sumber Pengetahuan
Progresivisme mengajarkan
bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman dimana manusia kontak
langsung dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya.
b. Kriteria “Kebenaran”
Pengetahuan dikatakan benar
apabila dapat diverifikasi dan diaplikasikan atau diimplementasikan dalam
kehidupan.
c. Sifat Pengetahuan : relatif
dan berubah
Pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman yang bersifat relatif dan berubah.
5. Pandangan Aksiologi
a. Sumber Nilai : kondisi riil
manuasia / pengalaman
Progresivisme menafsirkan
hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman atau kondisi
riil manusia.
b. Sifat Nilai ; berada dalam
proses, relatif, kondisional, memiliki kualitas sosial dan individual, serta
dinamis.
Nilai ada dalam perbuatan
manusia yang selalu diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Nilai memiliki
kualitas sosial, karena pada dasarnya semuai nilai merupakan produk dari
kenyataan sosial.
c. Kriteria Nilai : berguna
adalah baik
Sesuatu dikatakan baik apabila
berguna dalam praktik hidup dan kehidupan.
d. Demokrasi sebagai nilai
Progresivisme memandang
demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib dilaksanakan dalam semua bidang
kehidupan. Demokrasi adalah nilai individual sekaligus nilai sosial.
6. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan
Menurut Progresivisme
pendidikan selalu dalam proses perkembangan yang merekontruksi pengalaman yang
terus menerus. Progresivisme menekankan 6 prinsip mengenai pendidikan dan atau
belajar, yakni :
1)
Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri bukan
persiapan untuk kehidupan
2)
Belajar harus langsung berhubungan dengan minat anak
3) Belajar melalui pemecahan
masalah lebih diutamakan daripada pemberian bahan pelajaran
4)
Guru berperan sebagai pemberi nasehat bukan untuk mengarahkan
5)
Sekolah harus menggerakkan kerjasama adri pada kompetisi
6) Demokrasilah satu-satunya
yang memberi tempat dan menggerakkan pribadi-pribadi saling tukar-menukar ide
secara bebas.
b. Tujuan Pendidikan
Penganut progresivisme
pendidikan bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan
memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial.
c. Sekolah
Sekolah yang baik adalah
masyarakat yang baik dalam bentuk kecil, sedangkan pendidikan yang mencerminkan
keadaan dan kebutuhan masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana
halnya dalam lingkungan sekolah (Imam Barnadib, 1984)
Dewey memandang sekolah
sebagai suatu masyarakat dalam ukuran kecil yang murid-muridnya dapat belajar
dan mempraktekkan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup dalam suasana
demokratis.
d. Kurikulum
Kurikulum tidak ada yang universal,
melainkan berbeda-beda sesuai kondisi yang ada.
Child centered : kurikulum
disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik
community centered : Kurikulum
hendaknya berbasis pada masyarakat
flexible : kurikulum disesuaikan dengan
tempat dan jamannya.
e. Metode
Problem solving method
(pemecahan masalah) dan Inquiry and discovery method (penyelidikan dan
penemuan). Dalam pelaksanaan dibutuhkan guru yang memiliki karakteristik :
permissive (pemberi kesempatan), friendly (bersahabat), a guide (seorang
pembimbing), open minded (berpandangan terbuka), creative (kreatif), social
aware (sadar bermasyarakat), enthusiastic (antusias), cooperative and sincare
(bekerja sama dan sungguh-sungguh).
f.
Peranan guru dan peserta didik.
Edward J. Power menyimpulkan guru berperanan untuk memimpin dan membimbing
pengalaman belajar tanpa ikut terlalu jauh atas minat dan kebutuhan peserta
didik.
B.
Essensialisme
1. Latar Belakang
Essensialisme berusaha mencari dan
mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau
hakikat fundamental atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.
Pendidikan harus bersendikan
nilai-nilai yang mendatangkan kestabilan.
2. Filsafat Pendukung yang
Melandasi
Essensialisme didukung atau dilandasi
oleh filsafat Idealisme dan realisme.
Filsuf-filsuf besar Idealisme
pelatak dasar asas-asas Essensialisme yang hidup pada jaman klasik yaitu Plato,
sedangkan para filsuf Idealisme modern adalah : Leibniz, Immanuel Kant, Hegel,
dan Schopenhauer.
Filsuf-filsuf besar Realisme
pelatak dasar asas-asas Essensialisme yang hidup pada jaman klasik yaitu
Aristoteles dan Democritos. Filsuf modern yang memperkuat ide-ide Essensialisme adalah Thomas Hoobes,
John Locke, G. Barkeley, dan David Hume.
3. Pandangan Ontologi
Pandangan Ontologi
Essensialisme merupakan suatu konsepsi bahwa dunia atau realitas ini dikuasai
oleh tata (order) tertentu yang mengatur dunia beserta isinya.
a. Ontologi Idealisme
Pendukung Essensialisme
adalah idealisme obyektif atau idealisme absolut yang meyakini adanya dunia
(realitas) ideal yang abadi dan dunia (realitas) material yang temporal serta
fana.
Dapat disimpulkan Idealisme
hakikat akhir realitas adalah ide, jiwa, pikiran atau kesadaran. Ide Yang
Absolut, Yang Esa, yaitu Tuhan, kausa sempurna dari peristiwa tunggal yang
meliputi keseluruhan realitas. Segala sesuatu yang ada dan yang akan terjadi di
dunia ini adalah menurut tata tertentu bersumber dari Yang Absolut. Inilah yang
esensial itu.
b. Ontologi Realisme
Pendukung Essensialisme
adalah realisme obyektif yang hakikatnya bersifat eksternal / obyektif, artinya
berada diluar subyek atau manusia dan independen dari pikiran manusia.
Manusia memiliki intelegensi
sehingga mampu berpikir untuk dapat menyesuaikan diri terhadap dunia
eksternalnya. Dalam evolusi kehidupan intelegensi adalah alat adaptasi manusia
terhadap perubahan lingkungan.
4. Pandangan Epistemologi
a.
Epistemologi Idealisme
Kemampuan manusia untuk
berpikir logis dapat mengambil kesimpulan yang valid adalah suatu perwujudan
proses yang sistematis yang juga kita temukan dalam makrokosmos walau kesadaran
manusia bersifat terbatas tapi dapat memahami melalui mikrokosmos, yaitu realita
dirinya sendiri, pemahaman atau pengertiannya ini akan memberi kesadaran untuk
mengerti realita yang lain.
b.
Epistemologi Realisme
Menurut realisme obyektif
sumber pengetahuan adalah dunia luar subyek, pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman pengamatan.
5. Pandangan Aksiologi
a. Aksiologi Idealisme
Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai
hakikatnya diturunkan dari realitas Yang Absolut, maka nilai-nilainya adalah
abadi atau tidak berubah.
Hegel menyimpulkan karena
negara manivestasi Tuhan maka wajib bagi warga negara untuk setia dan
menjunjung negara.
Menurut Immanuel Kant dasar nilai sosial itu adalah kemerdekaan
individu yang akan memberi dasar bagi kehidupan sosial yang adil dan sejahtera.
b. Aksiologi Realisme
Para filsuf Realisme percaya
bahwa standar nilai tingkah laku manusia di atur oleh hukum alam, dan pada
taraf yang lebih rendah diatur melalui konvensi atau kebebasan, adat istiadat
di dalam masyarakat.
6. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan
Bagi penganut Essensialisme
percaya bahwa pendidikan harus berdasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradapan manusia.
b. Tujuan Pendidikan
Pendidikan bertujuan
mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahteraan
umum. (E.J. Power, 1982)
c. Sekolah
Fungsi utama sekolah adalah
memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun, dan menjadi penuntun
penyesuaian orang (individu) kepada masyarakat. (Imam Barnadib, 1984) Sekolah
yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat yaitu sekolah yang
mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat. (Madjid Noor, dkk, 1987)
d. Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan)
direncanakan dan diorganisasi orang dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat
(society centered). Kurikulum terdiri atas berbagai mata pelajaran yang berisi
ilmu pengetahuan, agama dan seni yang dipandang esensial.
e. Metode
Metode pendidikan
essensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan metode-metode
tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental.
f.
Peranan guru dan peserta didik.
Guru atau pendidik berperan
sebagai mediator atau jembatan antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan
dunia anak.
PERENIALISME DAN
KONSTRUKTIVISME
A.
Perenialisme
1.
Latar Belakang
Perenialisme percaya mengenai
adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme mempunyai kesamaan dengan
Essensialisme dalam hal menentang Progrevisme yang membedakan adalah prinsip
perenialist yang relegius.
2.
Filsafat Pendukung
Gagasan-gagasan perenialisme
merupakan integritas antara asas-asas filosofis Yunani klasik dengan asas-asas
religius Kristen yang berkembang pada abad pertengahan. Tokohnya adalah Plato
dan Aristoteles. Pada abad kedua puluhan perenialisme dipengaruhi dan didukung
oleh filsafat Humanisme Rasional dan Supernaturalisme yang tokoh-tokohnya
adalah : Robert M. Hutchins dan Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi
internasional sebagai perenialist.
3.
Pandangan Ontologis
Menurut Perenialisme manusia
membutuhkan jaminan bahwa realitas bersifat universal-realitas itu ada
dimanapun dan sama di setiap waktu. Realitas bersumber dan bertujuan akhir
kepada realitas Supernatural/Tuhan (asas Supernatural)
4.
Pandangan Epistemologi
Manusia sebagai makhluk
berpikir akan dapat memperoleh pengetahuan tentang diri kita dan dunia
sebagaimana adanya. Mempang Perenialisme mengakui bahwa impresi atau kesan
melalui pengamatan tentang individual thing adalah pangkal pengertian tentang
kebenaran. Prinsip self-evidence ( bukti diri ) amat penting dalam perenialisme
yang merupakan asas bagi suatu kebenaran dan untuk membuktikan kebenaran.
Berpikir dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar hanya mungkin atas
dasar hukum-hukum berpikir secara deduktif (syllogisme). Perenialisme mengakui
adanya hubungan antara science dan filsafat, namun science memiliki kedudukan
lebih tinggi.
5.
Pandangan Aksiologi
Pandangan tentang hakikat
nilai menurut Perenialisme adalah pandangan mengenai hal-hal yang bersifat
spiritual atau Absolut atau Ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dan oleh karena
itu nilai selalu bersifat teologis. (Imam Barnadib, 1984)
6.
Pandangan tentang Pendidikan
Perenialisme memandang
education as culture regression, pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau
yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
Robert M. Hutchins mengemukakan “pendidikan mengimplikasikan pengajaran
– pengajaran mengimplikasikan pengetahuan – pengetahuan mengimplikasikan
kebenaran – kebenaran dimanapun dan kapanpun adalah sama. Karena itu dimanapun
dan kapanpun pendidikan adalah sama”.
Menurut Perenialisme tujuan
pendidikan adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan
nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam
hidup.
Sekolah bagi perenialisme
merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan
dengan hasil yang paling baik dari warisan sosial-budaya.
Kurikulum pendidikan bersifat
subyect centered berpusat pada materi pelajaran yang bersifat uniform,
universal, dan abadi. Perenialisme menggunakan metode membaca dan diskusi.
Peranan guru adalah sebagai “murid”
yang mengalami proses belajar sementara mengajar.
B.
Konstruktivisme
1.
Latar Belakang
Konstruktivime adalah aliran
filsafat yang tema utamanya berkenaan dengan hakikat pengetahuan. Berimplikasi
terhadap pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan sains dan matematika.
Ada 3 jenis konstruktivisme, yaitu :
a. Konstruktivisme
Psikologis Pribadi – yang menekankan bahwa
pribadi (subyek) sendirilah yang mengonstruksikan pengetahuan.
b. Konstruktivisme Sosiologis –
yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan.
c. Sosiokulturalisme – yang
mengakui baik peranan aktif personal maupun masyarakat dan lingkungan dalam
pembentukan pengetahuan.
Tidak seperti aliran-aliran
terdahulu, idealisme, rasionalisme, empirisme atau Obyektivisme meragukan
kebenaran paradigma lama.
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan seseorang adalah konstruksi
(bentukan) orang yang bersangkutan karena itu transfer pengetahuan dari guru
kepada siswa tidak mungkin.
2.
Filsafat Pendukung
Giambatista Vico yang
merupakan cikal bakal konstruktivisme mengungkapkan filsafatnya “ Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. “Mengetahui”
berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Artinya, seseorang dipandang
mengetahui jika ia dpt menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu itu serta
bagaimana membuatnya.
3.
Pandangan Ontologi
Konstruktivitas menolak
pandangan Obyektivisme (Empirisme) yang menyatakan bahwa realitas itu ada
terlepas dari pengamat dan dapat diketahui melalui pengalaman. Menurut
konstruktivisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya
secara ontologis. Konstruktivisme memandang manusia dituntut aktif membangun
sendiri pengetahuannya.
4.
Pandangan Epistemologi
Bagi penganut Empirisme
sumber pengetahuan adalah “dunia luar”
Penganut Nativisme sumber pengetahuan
adalah “ dari dalam”
Sedangkan bagi Konstruktivisme
sumber pengetahuan itu berasal dari dunia luar tetapi dikonstruksikan dari
dalam diri individu. Kebenaran pengetahuan diletakkan pada viabilitas
(kemungkinan untuk dapat hidup). Pengetahuan memiliki sifat-sifat :
a. Subyektif, pengetahuan lebih menunjuk
kepada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri.
b.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang
kepada orang lain.
c. Pengetahuan bukan barang mati
yang sekaligus jadi, melainkan suatu proses yang terus berkembang.
d.
Pengetahuan bersifat relatif, sebab itu nilai bagi
konstruktivis juga bersifat relatif.
5.
Pandangan tentang Pendidikan
Konstrktivisme memandang
pendidikan (mengajar) bukan sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan,
melainkan membantu siswa berpikir secara benar dengan membiarkan berpikir
sendiri. Tujuan pendidikan lebih mengutamakan perkembangan konsep dan
pengetahuan yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif siswa. Kurikulumnya
merupakan program aktivitas dimana pengetahuan dan ketrampilan bisa dikonstruksi.
Metode mempertimbangkan multimetode untuk dipilih, sebab anak mempunyai caranya
sendiri untuk mengerti.
Peran guru adalah sebagai
mediator dan fasilitator dalam membantu siswa belajar. Adapun sebagai siswa
dituntut aktif belajar dalam rangka mengunstruksikan pengetahuannya.