Islam Agama Yang Mencerahkan ~ Putra Gantiwarno
Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

Islam Agama Yang Mencerahkan

Masyarakat Indonesia dengan mayoritas umat Islam belum menampilkan diri sebagai masyarakat yang berkemajuan tinggi, baik kemajuan mental-spiritual maupun fisik-jasmaniah.
Demikian halnya untuk kemajuan dalam kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan budaya dengan bingkai nilai-nilai luhur keis­laman.
Usaha-usaha dakwah selama ini telah dilakukan sepanjang kemampuan, namun proses clan hasilnya tentu harus terus dimaksimalkan sehingga mencapai kondisi kehi­dupan umat dan bangsa yang berkemajuan di segala bidang kehidupan.
Karenanya diperlukan usaha terus-menerus dalam mencerahkan kehidupan umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya sehingga tercapai Indone­sia berkemajuan yang bersifat utuh dan menyeluruh. Dalam konteks inilah maka semakin penting dan strategic peranan gerakan-gerakan Islam dalam mencerahkan kehidupan umat dan bangsa menuju kondisi berkemajuan. Tampilkanlah Islam sebagai agama yang mencerahkan kehidupan semesta.

Islam yang Mencerahkan

Islam sesungguhnya agama yang mencerahkan (din at-tanwir). Kehadiran Islam membawa misi penting untuk mengeluarkan umat manusia dari segala bentuk kegelapan (kejahiliyahan) menuju pada keadaan terang-benderang, takhrij min al-dhulumat ila al-nur (Qs. Al-Baqarah-. 257). Pesan­ pesan Islam seperti perintah iqra (Qs. Iqra: 1-5), AI-Quran sebagai hidayah-bayan-furqan (Qs. Al-Bacarah: 189), agar setiap umat mengubah nasib dirinya dan memperhatikan masa depan (Qs. Ar-ra’du: 11; AI-Hasyr: 18), membebaskan kaum dhu’afa-mustadh’afin (Qs. Al-Ma’un: 1-7: AI-Balad: , dst), men­jadi khalifah di muka bumi untuk membangun dan tidak untuk merusak (Qs. Al-Baqarah: 30; Hud: 61; Al-Baqarah: 11; dst.); merupakan bukti dari ajaran yang menawarkan pencerahan bagi umat manusia semesta.
Pesan Islam yang mencerahkan capat ditemukan dalam pesan terakhir Nabi pada Khutbat al-Wada atau Khutbah Pamungkas, yang artinya berikut ini:
“Wahai manusia sekalian! Perhatikanlah kata-kata ini! Saya tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi saya akan bertemu dengan kamu sekalian. “Saudara-saudara! Bahwasannya darah kamu dan harta­ benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini! “Barang siapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya. “Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu berbuat dlalim merugikan orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya dirugikan. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh ada lagi riba dan bahwa riba ‘Abbas bin Abdul-Muthalib semua sudah tidak berlaku.
“Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliyah ticak berlaku lagi, clan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibnu Rabi’ah bin al-Haris bin Abdul­Muthalib!
“Kemudian daripada itu saudara-saudara. Hari ini nafsu setan yang meminta disembah di negeri ini sudah putus untuk selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walaupun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala aural perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini balk-balk.
“Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang­ orang kafir itu tersesat. Suatu tahun mereka langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk di sesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah clan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.
“Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Allah ada dua belas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir clan Sya’ban.
Kemudian daripada itu, saudara saudara sebagaimana kamu punya hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu atas mereka ialah untuk tidak men­gizinkan orang yang kamu tidak sukai menginjakkan kaki di atas lantai rumahmu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan itu Allah mengizinkan kamu berpisah ranjang dengan me­reka dan boleh menghukum mereka dengan suatu hukuman yang tidak sampai mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan dan pakaian kepada mereka dengan sopan santun. Berlaku baiklah terhadap istri kamu, mereka itu mitra yang memban­tumu, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Allah, dan kehormatan mereka di halalkan buat kamu dengan nama Allah.
“Perhatikanlah kata-kataku ini, Saudara-saudara. Saya sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan di tangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu tidak akan resat selama-lamanya; Kitabullah dan Sun­nah Rasulullah.
“Wahai manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan, Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim saudara Muslim yang lain, dan bahwa Muslimin semua ber­saudara. Seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) darim saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.
“Ya Allah, sudah kusampaikan (ajaran-Mu) ini.
Pada haji wada itulah Nabi menyampaikan wahyu Allah yang pamungkas, yang artinya: “Pada hari ini telah Kusem­purnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs Al-Maidah: 3).

Peradaban Mencerahkan

Islam sebagai agama yang mencerahkan kehidupan memiliki rujukan model uswah hasanah pada pada zaman Nabi lima betas abad yang lampau dan era pencerahan Islam sesudahnya. Risalah Nabi Muhammad bersama kaum Musli­mun selama 23 tahun telah membawa pencerahan dari bangsa Arab yang terstruktur dalam sistem jahiliyah menjadi bangsa yang tercerahkan sehingga IahirAI-Madinah Al-Munawwarah, yakni kota peradaban yang cerah dan mencerahkan.
Nabi berhasil mengubah Yasrib sebagai kawasan pede­saan menjadi kota yang berperadaban utama di segala bidang kehidupan. Bangsa Arab yang bertuhan politheis diubah men­jadi masyarakat bertauhid. Bangsa yang semula merendahkan men iadi menjunjung tinggi martabat perempuan. Bangsa yang amoral menjadi berakhlaq mulia. Fath al-Makkah menjadi sim­bol dari lahirnya peradaban umat manusia yang tercerahkan itu. Dari titik peradaban “al-munawwarah” itulah kemudian Islam meluas ke seluruh kawasan dunia. yang melahirkan era kejayaan !slam sebagai puncak peradaban yang utama selama lima sampai enam abad lamanya, tatkala dunia Barat kala itu masih teridur lelap di era kegelapan.
Pada era kejayaan Islam itu umat Islam unggul dalam moral dan keadaban, sekaligus dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Para ilmu­wan Islam lahir sebagai sosok-sosok pencerah peradaban sebutlah Al-Farabi, Ibn Maskaweih, Al-Khawarizmi, AI-Kindi, AI-Ghazali, Ibn Khalclun, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Ibn Bathutah, dan ilmuwan-ilmuwan kelas dunia lainnya. Universitas Al­Azhar di Cairo Mesir tampil sebagai perguruan tinggi tertua di dunia, yang berdiri tahun 920 M di era Dinasti Fatimiyah. Cordoba di Spanyol dan kota-kota lain seperti Bagdad di Iraq, Turki era Dinasti Othoman, dan lain-lain menjadi simbol kemajuan dunia Islam. Sejak itu peradaban Islam meluas ke jazirah Afrika, Eropa, Asia, termasuk ke Indonesia sebagai peradaban global dan kosmopolitan.
Islam sebagai agama yang mencerahkan menawarkan jalan perubahan dari kehidupan yang tertinggal atau terbe­lakang menuju pada kemajuan hidup dalam segala bidang kehidupan yang dijiwai nilai-nilai universal Islam. Agama yang mencerahkan ini dalam konteks keumatan menawarkan jalan transformasi (strategi perubahan yang progresif) menuju ter­wujudnya umat terbaik atau khaira ummat (Qs Ali Imran: 110). Khaira ummah memiliki watak sebagai ummatan wasatha dan syuhada ‘ala al-nas (Qs AI-Baqarah-. 143). Inilah idealisasi masyarakat yang diidam-idamkan dalam konstruksi teologi Islam yang mencerahkan.
Meminjam referensi AI-Farabi, umat terbaik adalah umat yang utama (al-mujtama’ al-fadhilah), yang mem­bedakannya dari umat-umat yang lain. Sedangka dalam rujukan Muhammadiyah, khaira ummah adalah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ciri masyarakat Islam yang sebenar-benarnya menurut Muhammadiyah ialah masya­rakat yang berketuhanan dan beragama, berpersaudaraan, berakhlak dan beradab, berhukum syar’i, berkesejahteraan, bermusyawarah, berihsan, berkemajuan, berkepemimpinan, dan berketertiban.
Karenanya, usaha-usaha dakwah yang dilakukan oleh gerakan-gerakan Islam untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan yang bersifat kekinian haruslah membawa dan bersifat mencerahkan. Sejatinya, dengan sifatnya yang demokratis dan membawa perubahan menuju ke jalan Allah yang menyelamatkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka setiap gerakan dakwah Islam harus berwatak transformasi pencerahan. Sebaliknya, bukanlah gerakan dakwah kalau tidak menyinari atau tidak mencerahkan kehi­dupan, balk kehidupan para pemeluknya maupun umat ma­nusia keseluruhannya. Di situlah fungsi gerakan Islam untuk menyebarluaskan dan mewujudkan Islam sebagai manifestasi risalah rahmatan lil-’alamin menuju terwujudnya peradaban yang mencerahkan di muka bumi sepanjang zaman.•
Penulis:
Dr. H. Haedar Nashir, M.Si
(Ketua PP Muhammadiyah)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More