Hakikat Manusian dan Pendidikan ~ Putra Gantiwarno
Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

Hakikat Manusian dan Pendidikan


A. Hakikat Manusia 
Memahami manusia adalah memahami diri sendiri. Individu lain adalah representasi dari dirinya sendiri. Akan tetapi di dalam diri setiap manusia, baik sebagai individu maupun dalam suatu komunitas, tetap mengandung misteri yang tidak dapat terungkap secara tuntas. Poespowardoyo dalam buku Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia, mengulas secara panjang lebar hakekat manusia dalam rangka manusia seutuhnya. Dikatakan bahwa, membicarakan manusia, baik dari sisi hidup, arti dan peranan eksistensia merupakan persoalan yang tidak pernah basi. Manusia selalu menjadi pokok permasalahan. Persoalan apapun yang terjadi di dunia ini pada dasarnya dan akhirnya berkaitan dengan manusia. Manusia merupakan tema central dalam setiap peristiwa di muka bumi ini. 
Dalam kehidupan nyata terdapat berbagai pendapat tentang manusia. Manusia menurut seorang theolog, manusia menurut psikolog, manusia menurut antropolog, dan manusia menurut ahli-ahli yang lain. Masalahnya disini, bukan manusia menurut siapa. Akan tetapi adalah manusia seutuhnya, manusia sebagai manusia. Oleh karena itu, telaah terhadap persoalan manusia dapat ditempuh dengan cara memberikan makna terhadap eksistensi manusia itu sendiri. 
Manusia adalah makhluk yang unik, ia adalah subjek sekaligus objek. Dirinya berpikir untuk mempersoalkan dirinya. Pandangan ini didasarkan atas filsafat yang menelaah manusia. Immanuel Kant (1724-1804), seorang filosuf terkenal pada zaman modern yang menghormati ide-ide pendidikan mengajukan beberapa pertanyaan filsafati untuk mengungkap tabir misteri manusia. Beberapa pertanyaan yang ia ajukan ialah: (1) Apakah manusia itu?; (2) Apa yang boleh saya perbuat?; (3) Apakah yang dapat saya ketahui?; (4) Apa yang saya harapkan?. Keempat pertanyaan tersebut ialah pertanyaan antropologi, etika, metafisika, dan religius. Jawaban atas keempat pertanyaan ini dapat mendekati eksistensi manusia secara utuh sebagai objek. 
Antropologi mempelajari manusia beserta hasil karyanya dan hasil dari perbuatan manusia seperti cara manusia mengatasi alam sekelilingnya, sistem kehidupan sosial, perkawinan, bahasa, kesenian dan sebagainya. Dalam hal ini manusia mencoba mengerti diri sebagai realitas yang konkret dalam hubungan dengan dunia nyata dimana manusia hidup. Manusia mengakui fakta keberadaannya sebagai manusia dan tugas yang wajib ditunaikannya untuk tetap menyatakan dirinya sebagai manusia, yaitu dengan berbudaya. 
Dalam etika, manusia mempertanyakan kaitan dirinya dengan norma dan sesamanya. Disini dipersoalkan mengapa suatu tindakan dikatakan baik sehingga dianjurkan untuk dilakukan, sementara yang lainnya dikatakan jelek sehingga tidak boleh dilakukan. Tindakan manusia dinilai berdasar ide-ide umum, berdasar ukuran-ukuran yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. 
Pertanyaan metafisika mencoba mengaitkan keberadaan manusia dengan dimensi lain, yaitu zat di balik yang tampak. Realitas yang tidak tampak adalah realita ultimate (yang sebenarnya, yang dicari manusia) sehingga manusia cenderung berusaha mendapatkan kebenaran yang ultimate ini melalui jalan yang disebut religi. Pada gilirannya, kenyataan metafisik ini menghadapkan manusia dengan masalah-masalah religi. Dalam religi manusia mengikatkan diri untuk memperoleh kepuasan untuk mendapatkan jawaban dari mana ia berasal dan kemana ia akan kembali.
 
Pemahaman terhadap hakekat manusia dapat mendekati kebenaran (bukan kebenaran mutlak), dengan mengakui kenyataan-kenyataan sebagimana dijelaskan diatas. Dengan kata lain, upaya memahami jati diri manusia dapat dilakukan dari dimensi individual, dimensi sosial, dimensi kesusilaan, dan dimensi keagamaan.
 
1. Dimensi Individual 
Pada dimensi individual, manusia terwujud dari ciri-ciri khas yang juga dimiliki oleh makhluk selain manusia. Sebagaimana makhluk level bawah, manusia memiliki dorongan atau keinginan untuk tetap hidup. Perbuatan-perbuatannya seolah-olah diarahkan untuk itu. Dirinya merupakan kesatuan, dimana keseluruhan bagian-bagian dari dirinya beserta aktivitas-aktivitas dari bagian-bagian tersebut seolah-olah diatur sedemikian rupa untuk melayani keinginan dan kepentingan dirinya.
 
Sebagai makhluk berperilaku, maka semua tingkah laku manusia itu mengandung maksud. Sebagai makhluk alamiah, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan makanan dan minuman agar badannya tetap sehat dan bugar. Ia membutuhkan hiburan agar tidak stres dan tidak membosankan, dan ia juga butuh belajar. Dapat dikatakan bahwa, manusia adalah makhluk yang serba butuh fisik dan rohani.
 

2. Dimensi Sosial
 
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
 
Interaksi antar manusia tumbuh sebagai suatu keharusan oleh karena kondisi kemanusiaannya seperti; kebutuhan biologis dan psikologis. Kondisi manusia tersebut menuntut adanya kerjasama dengan manusia lain. Kodrat manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial, menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk organisasi sosial yang berdiri atas landasan simbiotik-sinergistik, saling memberi manfaat atas dasar tingkah laku fisik, bersifat otomatis dan merupakan komunikasi sosial. Organisasi ini dimaksudkan sebagai sistem sosial yang berhubungan dengan status, norma, kelompok dan kelembagaan.
 
Status erat kaitannya dengan peranan seseorang dalam masyarakat. Status dan norma mewujudkan dirinya dalam pengakuan kelompok, karena kelompok merupakan wadah dari tingkah laku manusia secara bersama atas objek perhatian yang sama. Begitu juga dengan kelembagaan yang merupakan tingkah laku yang diorganisasi secara teratur yang menyangkut kebisaan dan adat istiadat.
 

3. Dimensi Kesusilaan
 
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan. Akan tetapi kesadaran ini tidak setiap saat selalu ada pada manusia. Dengan perkataan lain, hal ini belum dimiliki ketika manusia masih kecil. Memang manusia pada saat baru dilahirkan telah memiliki daya-daya sebagai sekumpulan potensi, tetapi belum dapat dipergunakan. Sebagai misal, daya mengeluarkan ungkapan melalui kata, daya mengambil keputusan dan daya tahu yang sebenarnya. Ini semua memerlukan kesadaran dan pengetahuan. Jadi, daya-daya yang telah ada sejak kecil itu baru bisa muncul dan berkembang apabila ada pertolongan dari orang lain. Perkembangannya memerlukan pendidikan, teladan dan bimbingan. Dalam perkembangannya, kesadaran etis akan berfungsi untuk memberi putusan terhadap baik buruknya suatu tindakan.
 

4. Dimensi Keagamaan
 
Untuk menjaga netralitas agar tidak bersinggungan dengan bentuk-bentuk kepercayaan dan iman pemeluk agama tertentu, maka pembahasan dimensi keagamaan didasarkan pada hubungan manusia sebagai pribadi dengan Tuhannya dari perspektif universal.
 
Keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan dengan akal tetapi dengan iman. Pada umumnya manusia mencari dan menekankan pentingnya keselamatan batin dan keselamatan manusia di akhirat. Agama disini mencakup kepercayaan tentang nilai dan tujuan akhir kehidupan di dunia. Adalah wajar jika rumusan tentang tujuan kegiatan pendidikan diserasikan dengan kepercayaan atau agama yang dianut individu atau kelompok. 
Sebagaimana kata orang bijak: “ kenalilah dirimu sendiri, niscaya engkau akan mengenal Tuhanmu”. Dalam akal budi manusia menjadi sadar tentang dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan prinsip yang menjadi dasar pandangan tentang manusia, sebagaimanan yang diajukan Al-Syaibani bahwa, manusia mempunyai tiga matra yang sama sisinya, yaitu badan-akal-ruh. Ketiga matra ini menjadi kesatuan. Matra-matra yang telah menyatu ini cenderung untuk mencari kebenaran abadi dan kesediaan mengorbankan jiwa raga serta harta untuk mempertahankan kebenaran itu.
 
Dari Agama manusia mengambil nilai, mendapat arah dan segala dasar yang pokok. Secara naluriah manusia selalu rindu dibimbing oleh penciptanya menuju kesempurnaan hidup. Inilah dasar keagamaan yang tidak bisa diingkari.
 

B. Hakikat Pendidikan
 
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘paedagogiek’ yang asal katanya ‘pais’ berarti anak, ‘gogos’ artinya membimbing/tuntutan, dan ‘iek’ artinya ilmu. Jadi secara etimologi, paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan cara memberi bimbingan kepada anak. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Dalam arti luas pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan: 1. pendidikan berlangsung seumur hidup; 2. tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab semua manusia: orangtua, masyarakat, dan pemerintah; 3. bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang yang disebut manusia seutuhnya.
 
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah pendidikan. Pengertian tersebut sebagian ada yang mendekati pengertian pendidikan yang sebenarnya, dan sebagian yang lain melihat pendidikan hanya dari satu atau sebagian sisi saja.
 
Beberapa istilah yang hampir sama artinya dengan pengertian pendidikan ialah: mengajar, membina, melatih, memelihara, dan mengurus anak. Istilah-istilah ini belum mewakili pengertian pendidikan yang sebenarnya. Mengajar merupakan pemberian ilmu pengetahuan yang berguna bagi perkembangan potensi kemampuan berpikir anak. Dalam hal ini, segi kognitif lebih mendapat penekanan dibandingkan segi-segi potensi yang lain. Membina merupakan kegiatan untuk membimbing seseorang dalam perkembangan hidupnya. Dalam kegiatan ini, ditekankan pada nilai afektif sehingga hasil pembinaannya dilihat dari perubahan sikap yang dibina. Proses pembinaan dapat dilakukan lewat pelatihan-pelatihan, kegiatan ekstra kurikuler, dan sebagainya.
 
Berbeda dari membina yang lebih menekankan pada nilai afektif, maka melatih lebih menekankan pada nilai psikomotorik. Untuk kegiatan melatih
diperlukan pelaksanaan yang terus menerus sehingga dapat diperoleh keterampilan tertentu. Oleh karena itu, melatih di sini diartikan sebagai usaha memperoleh keterampilan. Adapun pengertian memelihara biasanya ditujukan untuk makhluk lainnya, seperti; hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan mengurus anak, merupakan suatu perlindungan pada anak agar mampu menjalankan hidupnya seperti yang diharapkan. Dengan demikian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar anak didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Oleh karenanya pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas anak dalam proses pembelajaran. 

Referensi:
 
- Dwi Nugroho Hidayanto,
 “Pemikiran Kependidikan” ; dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta : Transwacana Jakarta, 2007. 
- http://fitrianur.blogspot.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More