Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di
Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin
Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang
berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada
Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan
ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi
melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang Allah SWT
janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca
indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas.
Di sana bukan
mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan
jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan
lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai
beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih
sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud
di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan
keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah
SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya
juga tercurah kepadamu." Para malaikat
pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada
kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat
(penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat
pada setiap hari. Salat telah
diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di
kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi
mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya
Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT
kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT telah menentukan lima puluh
kali salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan
salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia
meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT
meringankan salat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan
Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi
kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi
lima kali sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat
yang lima puluh kali.
Menurut hemat
kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang
benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa
orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab
dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul.
Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang
mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga
terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak
diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah
tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan
rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi,
maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan
dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu
ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat dipahami
oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang
dilihat oleh Nabi karena itu mernpakan rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan
mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan
kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan
bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak
mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah,
bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis
karena gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat
rahasia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq
dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati
tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara
tempat tidumya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat
melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang
kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah
Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi
dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian
datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada
sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang
beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya.
Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan
perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya,
datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah
telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak
mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu
Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi
berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin
menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah
perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw
keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang
bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw
berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami
berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian
termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau
berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit
berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian
mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama
Allah SWT.
Rasulullah saw
sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari
pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka
menceritakan kepada Nabi saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum
mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan
mereka dengan kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw
bahwa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu
kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang
sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk
meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka
membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian
datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari
orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang
Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw
menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan baiat pada mereka agar
mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu
kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam
yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan
ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka
Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di
Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita
kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan
menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan
kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah,
pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah
Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan
berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati
mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta
kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan
mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan
nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang dan berbaiat kepada Rasul
saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka
memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis
yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam
kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi
dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan
anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan
yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan
kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama
kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas
tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun
penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan
termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul
saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk
Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang
engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu
apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin
mengamati jawaban sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini
sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban yang dicari oleh Abbas bin Abu
Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw
mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar pemyataan apa pun. Cukup hanya Nabi
yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa
tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau bebicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka
pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang
terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak
untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah
naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati
orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari
kakek-kakek mereka.
Salah seorang
dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam
berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat
suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap
yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang
Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya,
lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang
orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah
bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan
agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang
dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan
mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh
orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka
inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di
Madinah.
Nabi tersenyum
dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan
akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian
dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai
dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya,
penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang
baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu
mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah
berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan
penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar
beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati
kelaparan. Sebagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir.
Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari
keluarga-keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka
diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh
Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan
memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan
dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat
untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan
yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS.
al-Anfal: 30)
Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan
sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan
beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa
seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti
mengenal garis-garis tangannya. Yang mengherankan penunjuk jalan itu adalah
seorang musyrik. Demikianlah Nabi memita bantuan kepada orang yang ahli tanpa
memperhatikan keyakinannya.
Kemudian
datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin
Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan
malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung
rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau
melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw
dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah
yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam
Islam adalah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka
dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun
Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah
di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari
dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari
bahaya. Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia
keluar ke Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama
beberapa tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang
mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa
senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata
sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diobati. Nabi saw mengetahui
bahwa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada
dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama
yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu.
Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar
biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar
dijaga.
Inilah kedalaman
hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah sebelumnya
membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun masyarakat
Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara Islam.
Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca
tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara
Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar
daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw
di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan
pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan
Islam.
Manusia mandi di
masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan
dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan
terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam
perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu,
Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua
itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang-orang musyrik pergi menyusul beliau
dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar
berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang
mereka melihat di bawah kakinya niscaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang,
Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar
apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara
Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw
mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di
atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti
jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka
mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka
melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan,
seandainya seseorang masuk di dalamnya niscaya tidak akan terdapat tenunan
laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah
keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum
musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu
menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan
sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di
antara mereka yang menjadi Rasul karena saking baiknya sikap Rasul terhadap
sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan
mendirikan negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan
Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan
dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian
berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak
menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun
yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup.
Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat
yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang
dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul
amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun
mereka pun enggan untuk memikulnya. karena mereka menyadari bahwa mereka tidak
akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul
amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan
agama Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme
dan khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada
Allah SWT.
Kemudian
mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar-gambar hidup:
bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa
memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa
risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin
kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang
dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya
dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta
badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT.
Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana
namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu
banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan
dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa,
uang, emas, serta kebencian dan kedengkian setan yang klasik dan banyaknya
orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau
mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali
Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang
dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahwa kaumnya akan
mengusirnya?
Hari-hari hijrah
sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas
sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing-pusing pun semakin meningkat. Setelah
hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan
luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang
dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan
lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu
mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam
mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau
membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya
adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada
nilai yang berarti dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip
besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan
prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diberlakukan di
dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti
itu. Yaitu sitem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang
mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun
masjid di mana di situlah unta yang ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak
sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat
dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan
menjadi lumpur karena mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup
dengan kecang, maka ia akan mencabut sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang
sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat
menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka
mampu mengembalikan kebenaran ke singgasananya yang terusir dan terampas.
Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Mesjid itu tampak kecil dan
sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu
orang-orang yang mendengarnya menganggap bahwa mereka benar dan mendapatkan
perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca
di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh
dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah
tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid
namun masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari
akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi
berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata.
Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis,
yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai
mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin
Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf,
seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang
banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bagian dan
sebagiannya aku peruntukkan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka
lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf
menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di
dalamnya?"
Abdul Rahman bin
'Auf keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang
dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan
kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih
untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia
tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan
pernikahan.
Demikianlah
masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitasnya berdasarkan cinta,
kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu
penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan
peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup
materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan
katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin
akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa
apa yang kita kerjakan akan dilihat oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu
mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan
roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan
hanya perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu
perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk
kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim
mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan
mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim,
meskipun keyakinan mereka berbeda dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai
makhluk secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, hewan, bunga, pasir dan
gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang
Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan dnta yang dialami
oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan
sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti
yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di
mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak
melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta
yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada
binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan
suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta
itu datang biasanya akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya
kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya.
Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang
Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit
mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau
hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentara yang paling sederhana.
Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan
hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang
dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim
menyadari bahwa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta
Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta
kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa
saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah
kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi
mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan
Islam yang berdasarkan kaidah-kaidah kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam
Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia
merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum
Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua
belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim
memiliki—dalam Islam—suatu kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat
sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan
hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya.
Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan
diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggung
jawab.
Dalam ruang
lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada
kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlomba-lomba untuk
menerapkan apa yang mereka pahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak
terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, karena
pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu
berarti akan membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang
mati akalnya atau menga-lami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan
manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah
untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam
karena kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang
memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka
ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka
membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka
dengan keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar
mereka mampu memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan
menang.
Keluarlah
orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan
mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun
Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat
pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar
Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya
pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru
harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui
sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan
menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka
bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang
dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka
semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun
pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah
saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian."
Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika
mereka memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar
mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang
pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada
beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggung jawab kepadamu
sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka
kami akan bertanggung jawab untuk melindungimu."
Mayoritas pasukan
terdiri dari orang-prang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan
mayoritas tentara sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa
Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh karena itu, Sa'ad bin
'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar
menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar
pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhawatiran dan ketakutan Nabi, bahkan
beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik
mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun
ia justru tenggelam dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar
meyakinkan Nabi bahwa mereka benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan
akan mendengarkan apa saja yang beliau katakan serta akan benar-benar menaati
beliau.
Sa'ad bin Mu'ad
berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan
bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut
menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum
Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeda dengan perasaan
Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa
bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw
memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya
niscaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya
mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah
Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum
Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat
kemah-kemah yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan
tentara Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan
Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat
menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah
peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang
penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir
kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita
jadikan sebagai pusat pergerakan tentara kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni
kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang
bersifat tehnik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat
perang dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw
berkata: "Tetapi itu adalah pendapat pribadi, peperangan, dan tipu
daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak
tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan
Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil
darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan
Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan
dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat
yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir
terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan
mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan
keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak
bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar
bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di
mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaidah utama adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan
Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah
belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin
Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk
menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan
tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal karena kita berhadapan
dengan saudara-saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman
kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat yang
rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebagian tentara merasa
puas dengan pernyataan tersebut karena mereka melihat bahwa tidak ada gunanya
peperangan itu. Namun kebohohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu.
Abu Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut.
Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi
kaum Muslim.
Pemimpin pasukan
kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong.
Kitab-kitab sejarah menceritakan bahwa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam
perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan
bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahwa
Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia
berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat
dipercaya)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan
Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan
sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai
yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi
dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian
datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentara yang mukmin
sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentara musyrik. Orang-orang musyrik
datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki
persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu
kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan
pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang mereka gunakan
sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat
mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah
usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka
gunakan tampak tidak sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau
tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya
Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah
mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tanpa alas kaki,
maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa
kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah
sehingga kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah
perjalanan dan menghilangkan debu-debu kepayahan serta menyucikan hati dan
membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan
Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu
pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan
pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh
mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian
menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah
ketetapan militer yang sangat jitu yang berarti hendaklah kaum Muslim
membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan
kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer
saat ini bahwa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari
jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita
mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan
tentara Muslim. Kaum musyrik dilihat dari segi jumlah sangat memadai untuk
memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan
kaum Muslim. Jumlah hewan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu
sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai
bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan karena kebesaran
jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru
dimenangkan oleh unsur spiritual yang tidak kelihatan. Spiritualitas tentara
dan keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya
untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang
tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentara
menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian
tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu
debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim
mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling
bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan
pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang
tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi
saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan
pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika
kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka
bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu.
Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya
dimenangkan.
Pemimpin pasukan
tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat
ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi
saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak
terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim karena Nabi justru
mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khawatirkan
adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena
itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada
Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara
malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankankan-Nya
bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan
seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya
(mengirim bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi
tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi
saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira
wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah
SWT."
Turunnya para
malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada
mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahwa peranan malaikat tidak lebih
dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta
memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahwa Allah SWT ingin agar para
malaikat menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah
tauhid.
Demikianlah Allah
SWT mewahyukan kepada malaikat bahwa Dia bersama mereka. Oleh karena itu,
hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap
pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT
berfirman:
"(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan
barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah
hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab
neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang
kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh
kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri.
Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut.
Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw
berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai
Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu
Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian
kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku."
Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum
yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa
yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau
kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan
ganimah.
Kaum Muslim
sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula
Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari
mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita
terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada
mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab
sambil berkata, "bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki
itu berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan
Abu Bakar tetapi aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan
salah seorang kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali
mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan
kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari
keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT
menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya.
Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang
musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan
itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata dan
berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw
menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebagian besar mereka cenderung kepada
pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat
mayoritas salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah
peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus
meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-orang kafir harus dibunuh
agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahwa Islam telah memilih darah. Allah
SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu
Bakar menangis ketika keduanya menyadari kesalahan mereka pada hari berikutnya,
lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa
yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian
Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut
bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di
muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu
ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal:
67-68)
Kedua ayat itu
mengatakan bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk
menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan
kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah
banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat
tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki
harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu)."
Demikianlah
pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah
pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah
modern dan bukan pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan
tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah modern mereka adalah
penjahat-penjahat perang. Oleh karena itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat
mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau
kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang
diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya
tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an
memperingatkan orang-orang yang menang bahwa kesalahan mereka bisa berakibat
pada datangnya siksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni
mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang kamu ambil."
Siksaan tersebut
memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni
mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar,
baik dosa yang lalu maupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an
ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan
manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan
yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut
dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat
Nabi mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat
pada kekalahan mereka.
Dalam peperangan
Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus
pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan
diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat
rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan
pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi
mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian
kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang
maupun kalah. Yakni bahwa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan
meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada
mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami
sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong
kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah,
maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat
keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau
membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian
pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang
memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahapan pertama pasukan Islam
tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah
tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka
memiliki kuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan
dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga
mereka membayangkan balwa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat
bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu
peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan
Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu
tempat yang strategis berpikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah
kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana
seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta
rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan
meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu
justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan
bahwa peperangan telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah
yang beriman.
Pasukan pemanah
mengira bahwa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi
mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh
keikhlasan telah tercabut dari hati sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut
berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan.
Pemimpin pasukan berkuda musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid
yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam
peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia
melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera
memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia
menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas.
Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang
kembali.
Pasukan Muslim
dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain
dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban-korban dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya
pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan
darah.
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw telah meninggal.
Ketika mendengar itu, kaum Muslim
sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian
mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka
tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin
Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim
tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin
berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang
paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum
musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat
mengusir mereka dariku, maka baginya surga."
Mendengar
perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau
sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat
Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai-sampai punggungnya dipenuhi dengan
anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia
tetap kokoh melindungi sang Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan karena
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy
tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil
membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena satu kesalahan yaitu kesalahan
terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang
Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian
kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam
hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling
berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur
untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar
oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup
deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu,
maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah
dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan
hanya bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan ruhani beliau pun
semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah
gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu
Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan
mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy
menguasi pasukan Muslim dan mereka memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara
aniaya. Seandainya bukan karena rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan
mengalami kekalahan yang telak. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim
ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan
memahamkan mereka bahwa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di
antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian
yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim,
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT
akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT
berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu
ada orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada orangyang menghendaki
akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT
memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan
mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan
orang-orang kafir telah merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan
menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu
selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw
berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang
yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh.
Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw
mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu
pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak
mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka
beliau akan mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw
juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun
tidak mensalati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin
memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau
bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah
SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur
darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum
Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang
terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang central utama
yang di situ kaum Muslim berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang
di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia
pergi karena satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan
beliau. Tidak seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas atau central tetapi
yang menjadi central dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling
penting.
Demikianlah bahwa
Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika
tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika
kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun
ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang
senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah
orang-orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin
Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para
nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak
membenarkan bahwa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya
ketika Rasul saw wahfat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul
senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama
ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an
menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan
dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat
mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa
peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim,
utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah
sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah
pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di
saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka
dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman
mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka
berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai
macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan
Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru
mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir
dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta
menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah
merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup
banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT
di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw,
dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan
juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia
di mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah;
beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau
lari dari suatu problem kecuali beliau berhadapan dengan problem yang baru dan
lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi
krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu
memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda
mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan
niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau
kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang hebat.
Rasulullah saw
telah melalui pergulatan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih
berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai pergulatan politiknya yang
terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan
kepada penguasa dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam,
bahkan beliau melakukan pergulatannya dalam masalah pribadi di rumah tangga.
Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau adalah pejuang
sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang
musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang
di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga
pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badui
mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikianjuga orang-orang
Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy
pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan
kepada beliau bahwa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya,
maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubalig untuk
mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka
sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang
itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun
dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya
mereka di Mekah berarti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy
yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah
membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih
mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang
kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari
kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka
Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam
dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk
kepentingan dakwah Islam. Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya
dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu
keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya
tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi
dakwah Islam.
Ketika Nabi saw
mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di
tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para
sahabatnya menyakinkan beliau bahwa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan
al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya).
Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan salat.
Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah
mereka pun pergi dalam keadaan gembira karena mereka diajak untuk berjihad di
jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang
munafik dan para penghianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bemama
sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk
menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat
Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau
mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan
adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin
orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk
memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik
yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad
mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari
tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali
kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin
di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi
sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata
kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh
dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para
sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih
mendengar sikap orang-orang Arab dan orang-orang kafir terhadap Islam. Mereka
telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian
beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak
kekerasan.
Dalam keadaan
seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada
suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan.
Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan
beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu
mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk
melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak
membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah
SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan
dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin
mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw
mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari
Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari.
Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang
Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan
Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr
yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang
munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama
sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab
ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang
bersembunyi di bawah lobang-lobang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar
kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati
Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan
yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari
sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika
mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim
menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di
selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka
sampai pada batas di mana mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena
itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi
di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka
lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan
mengetahui bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat
unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak
yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahwa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan
Islam untuk menyusup.
Demikianlah,
terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju
besinya, dan beliau kembali membangun pribadi kaum Muslim sehingga beliau
terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh
Islam yang berada di sekelilingnya melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak
dapat menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara
baru untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat
syaraf dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan
Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan
Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum
Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat
yang biasa mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai
kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang
sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin
Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang
dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah,
"sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan
seandainya kita telah kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan
dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam
menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi
provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai
menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya.
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu
tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki
waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih
memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun
melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu
daya itu adalah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari
pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah
ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak
mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah
sangat ringan.
Pasukan Nabi
berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah
kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa
heran atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia
berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat
pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak
ada dan karena itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu,
Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal karena ia melakukan keperluannya. Ia
berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu
jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahwa ia sedang berdiri di
hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab
(jilbab) atas istri-istri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata:
"Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,...
istri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan
mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan
mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan
yang menuntun untanya.
Tokoh munafik
Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah
bohong yang terkesan menuduh istri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin
Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang
mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia
mengetahui bahwa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga
mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah
pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali
kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang
dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy
istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu
mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebo hongan itu
mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang
dengan isu itu. Sementara itu, Aisvah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal
tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
RasuhiHah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran
yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak
konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga
menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali
ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang
dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu
sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang
pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw
tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah
di mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah
sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau
berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan
kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku,
niscaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak
ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui
sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua
puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal
yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia
mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu
itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di
rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami
membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota . Sementara itu para wanita keluar pada
setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama
Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian keperluanku. Lalu ia berkata:
"Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai putri Abu Bakar?"
Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa
yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang
benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi."
Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu
aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahwa
tangisanku akan merusak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan
Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak
menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah
demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki
yang jika ia memiliki istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan
diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan
menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu."
Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana
keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka
mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka
kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang
aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan
Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan
pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu kecuali
dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan
Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau
percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya
kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil
berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah
mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adonan roti lalu
aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah
kambing lalu adonan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah
saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum
Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk
lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah
mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka
bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti
yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT karena
sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah
berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan
kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang
mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan
tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah
aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari
Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat
kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku
darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang
tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang
dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak
mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari
tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil
berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para
sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong
itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. "
(QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya
Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan
psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara baru lagi
untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergulatan
menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq termasuk contoh peperangan fisik
yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan
mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah
di antara tokoh-tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan
pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan
penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya
layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik
daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum
Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya
untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentara. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw.
Beliau tidak heran ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka
mempunyai azas agama yang menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang
agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu
orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya,
mereka menjadi buah yang rusak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw
menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar.
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai
berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali
ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah
dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu
Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah
karena mengikuti perbedaan ancaman itu.
Kisah Nabi Muhammad SAW ( bagian 1-bagian 2-bagian 3-bagian 4-bagian 5-bagian 6 )