Oleh: Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
“Ingatlah, sungguh, kekasih-kekasih Allah itu tidak ada kekhawatiran (sedikitpun) pada diri mereka dan tidak (pula) bersedih hati. (Mereka adalah) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka kegembiraan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kesuksesan yang besar.” (QS. Yunus [10]:62-64)
Jika Anda pernah tinggal di desa, Anda pasti pernah menyaksikan induk ayam yang marah lalu mengejar untuk mematuk orang yang mencoba mengganggu anak-anaknya. Jika Anda seorang ibu, pasti Anda siap 24 jam untuk melindungi sang bayi dari segala macam gangguan. Mendengar sedikit tangisan bayi, Anda cepat-cepat menggendongnya dan melakukan apa saja agar tangisannya segera terhenti. Dua pengalaman itu cukup sebagai modal untuk memahami dua ayat di atas.
Melalui ayat di atas, Allah SWT meyakinkan Anda, “Percayalah, Aku jamin, siapapun yang Aku kasihi, akan Aku berikan kepadanya apa saja yang diminta, Aku usap setiap tetesan air matanya, dan Aku lindungi dari segala hal yang menyusahkannya.” Dengan demikian, mereka pasti merasakan bahagia (busyra) di dunia dan akhiratnya. Para kekasih Allah itu tidak sedikitpun memiliki rasa takut dan khawatir menghadapi kehidupan dunia. Mereka selalu tersenyum dan berfikir positif dalam segala hal. Kemiskinan yang dijauhi orang, justru diterima dengan senang hati, sebab kemiskinan itulah yang mengantarkan mereka menjadi pribadi rendah hati (tawadlu’). Penyakit yang dibenci banyak orang, justru dipandang sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah dan bonus ampunan dari-Nya. Perjumpaan dengan orang-orang yang menjengkelkan pun dijalani dengan senyum, sebab mereka dipandang pengasah kesabaran. “Pisau hanya tajam jika diasah dengan batu yang kasar.” Artinya, Anda hanya bisa meraih ketajaman ruhani dan kesabaran tingkat tinggi jika telah bertemu ratusan kali dengan orang-orang yang menjengkelkan dan mengecewakan Anda. Kematian yang paling ditakui manusia juga dipandang peristiwa menyenangkan, sebab itulah pintu utama untuk bertemu dengan kekasih (liqa-illah) yang dirindukan bertahun-tahun sepanjang hidupnya. Kebahagiaan dunia dan akhirat itulah yang disebut Allah dalam ayat di atas, “Yang demikian itu adalah kesuksesan yang besar.”
Dalam Kitab Dalil Al Falihin, ayat di atas dikuatkan dengan beberapa kisah pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan betapa para kekasih Allah itu dekat dengan Allah, sehingga semua doanya dikabulkan oleh-Nya. Doa itu semakin cepat terkabul, ketika ada orang yang memperlakukan mereka dengan cara yang tidak menyenangkan.
Sa’ad bin Abi Waqqash adalah satu dari sepuluh sahabat yang mendapat jaminan masuk surga. Ketika menjabat sebagai gubernur Kufah, ia dilaporkan oleh penduduknya bahwa ia tidak memberi contoh shalat yang baik kepada penduduknya. Umar bin Khattab yang menerima laporan itu langsung memberhentikan Sa’ad dan mengangkat ‘Ammaar bin Yaasir sebagai penggantinya. Sa’ad lalu memberikan klarifikasi kepada kepala negara, “Saya shalat bersama mereka seperti yang dilakukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Saya tidak mengurangi sedikitpun. Memang, saya shalat isyak dengan dua rakaat pertama yang panjang, dan dua rakaat terakhir yang singkat.” Umar lalu memerintah Muhammad bin Muslim untuk melakukan penelitian di lapangan. Beberapa masjid dimasuki oleh peneliti dan ternyata semua muslim yang ditanya memuji kepimpinan Sa’ad. Akan tetapi, ketika peneliti itu memasuki Masjid Bani ‘Abs, ada seorang yang bernama Usamah bin Qatadah yang biasa dipanggil Abu Sa’ad mengritik Sa’ad bin Abi Waqqash, “Ia pemimpin yang tidak pernah ikut berperang, tidak membagi hasil rampasan dengan rata, dan tidak adil dalam membuat keputusan.” Sa’ad lalu bersumpah, “Demi Allah, saya akan berdoa dengan tiga hal, “Wahai Allah, jika Usamah berdusta dan mengatakan demikian hanya untuk mencari muka dan popularitas (riya’ wa sum’ah), maka panjangkan usianya, panjangkan kemiskinannya dan berikan ia cobaan berat (al fitan), sampai suatu saat nanti dia sadar bahwa yang dialami itu karena doa Sa’ad bin Abi Waqqash. Abdul Malik bin ‘Umair, salah satu sumber hadits ini menyaksikan sendiri, Usamah benar-benar panjang usianya, hampir kedua matanya tertutup kelopak matanya, dan selalu duduk di tepi jalan menunggu pemberian beberapa perempuan yang lewat (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Jabir bin Samurah r.a). Abdul Malik bisa bersaksi demikian, sebab ia berusia 103 tahun dan wafat pada tahun 136 H.
Ada satu lagi kisah serupa yang dialami Sa’id bin Zaid. Ia juga termasuk sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga oleh Rasulullah SAW. Ia dilaporkan oleh seorang wanita, Arwaa binti Aus kepada Marwan bin Al Hakam, gubernur Madinah atas tuduhan merampas sebagian tanahnya. Sa’id membantah tuduhan itu dengan mengatakan, “Apakah mungkin saya melakukan hal itu, setelah saya mendengar sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam?” “Sabda yang mana,” tanya Marwan. “Siapa yang mengambil tanah sejengkal secara tidak benar, maka kelak tujuh lapis tanah bumi itu akan dikalungkan di lehernya,” kata Sa’id mengutip sabda Nabi SAW. Marwan berkata, “Cukup, saya tidak perlu meminta bukti setelah penjelasanmu itu.” Sa’id lalu berdoa, “Allahumma in kaanat kaadzibatan fa-a’mi basharahaa waqtulhaa fii ardlihaa (Wahai Allah, jika Arwa dusta, maka butakan matanya dan matikan dia di atas tanahnya). Wanita itu benar-benar buta dan mati terperosok ke dalam sumur ketika ia berjalan-jalan di atas tanahnya. Sumur itu sekaligus menjadi kuburannya (HR Muttafaq ‘alaih dari ‘Urwah bin Zubair r.a)
Dua hadis di atas, disamping menunjukkan kedekatan para kekasih Allah dengan Allah SWT, juga menunjukkan terkabulnya doa orang yang terdhalimi. Semua penghalang antara orang yang terdhalimi dengan Allah, termasuk awan yang menggantung di langit dibersihkan oleh Allah agar doa mereka tersambung dengan-Nya. Allah SWT murka jika manusia ciptaan-Nya disakiti orang, sebab ia diciptakan oleh-Nya dengan penuh keseriusan dan kasih sayang, bukan untuk disakiti. Apalagi yang disakiti itu para kekasih-Nya. Anda pasti beruntung jika dekat dengan para kekasih Allah. Jika Anda dekat penjual parfum, Anda beruntung mencium aromanya, sekalipun tidak bisa memilikinya. Anda amat membutuhkan doa para kekasih Allah, sekalipun Anda merasa paling kaya dengan hafalan doa dan paling rajin shalat malam.
Ayat di atas menyebut “kekasih-kekasih Allah” (dalam bentuk jamak) untuk menunjukkan bahwa kekasih Allah amat banyak. Mereka tidak harus dari kalangan nabi, rasul atau ulama. Tidak pula harus alumni pondok pesantren. Tidak juga harus berpenampilan ala ustadz. Siapapun, termasuk Anda diberi kesempatan untuk meraih predikat sebagai kekasih Allah, asalkan memenuhi dua syarat utama, yaitu beriman dan bertakwa: beriman secara benar, beribadah secara ikhlas dan bergaul dengan semua manusia dengan akhlak mulia. “(Mereka adalah) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” Manusia berpredikat kekasih Allah pasti hidupnya penuh kemudahan, sebab semua orang berebut untuk bekerjasama. Setelah kematian, ia juga menjadi rebutan para malaikat untuk mengantar ruhnya yang harum ke langit tertinggi. Penulis yakin, Anda telah berada di jalur yang benar menuju perdikat itu. Selamat. (www.terapishalatbahagia.net/)